Wednesday, November 16, 2011

Alasan Penolakan PLTP Geothermal di Bedugul, dan komentar saya.

Baru aja dapat link blog tentang geothermal di Indonesia, ternyata sangat menarik.
Salah satu artikelnya adalah mengenai penolakan Pembangkit Geothermal di Bedugul, Bali:
http://geothermalstudentstudy.wordpress.com/sejarah-panasbumi-di-indonesia/pltp-bedugul/
(kalau males buka link-nya, dibawah akan saya copy-paste lagi tulisannya)

Anyways, di artikel itu saya buat komen, yang ternyata panjang banget, jadi sekalian aja dibuat jadi postingan disini.. :)
Intinya masih sama aja dengan artikel-artikel lain di blog ini.. jadi mungkin rada bosen juga ya? mudah-mudahan ngga.. :D

begini komen saya di artikel itu:
------------------------------------------------------------

Mantab nih tulisannya...

Komen saya begini:
mengenai perijinan, itu hanya masalah nego antara pusat, provinsi dan kabupaten. yg bikin pusing adalah karena euforia otonomi daerah yang bikin masing2 daerah merasa harus mendapat keuntungan sebesar2nya dan tidak lagi memikirkan secara lebih luas atau global.. kalau geothermal di Bali bisa berjalan, bali mungkin tidak akan perlu pembangkit listrik berbahan bakar batubara yang saat ini sedang dikaji.
Bagi orang yang mengerti, pasti akan memilih geothermal dibandingkan batubara (pembangkit dengan polusi paling parah!!). Masalahnya bagi yang awam akan berpikir pembangkit tenaga batubaranya ditaruh saja di pesisir yang gersang, tidak mengganggu hutan dan masyarakat.. Padahal polusinya (terutama udara) tidak hanya akan mengganggu disekitar pembangkit itu saja, tapi seluruh Bali akan "menikmati" abu, asap, dan semua polutannya (CO2, SO2, NOx, CO, dst..dst..).
DAN, jika berpikir lebih besar lagi: pembangkit tenaga batubara itu akan menyumbang ke pemanasan global.
Tentunya ini sangat bertentangan dengan rencana Pemda Bali yang punya cita-cita menjadi provinsi "hijau" pertama di Indonesia.

Kemudian mengenai kesakralan dan kesucian, ini isu yang lebih sensitif dan harus dibahas dengan lebih hati-hati.
Di tulisan diatas dikatakan bahwa Dewa Wisnu sebagai pemberi kemakmuran umat manusia. Sangat setuju sekali! Gunung (Dewa Wisnu) memang adalah pemberi kemakmuran, selain siklus air, mata air, tanah yang subur, dan kemakmuran lainnya yang selama ini sudah biasa diolah dan dinikmati manusia, ada juga tenaga panas bumi yang dapat membantu manusia untuk menjadi lebih makmur.
Hanya karena pemanfaatan panas bumi ini belum banyak dimengerti, maka akan terlihat sangat mengerikan ketika peralatan berat masuk dan membuat lubang bor ribuan meter (apalagi ditambah dengan memori ttg kasus lapindo di Sidoarjo).
Tapi kasarnya begini, kalau tenaga panas bumi ini tidak boleh diberdayakan, maka logikanya kesuburan tanah dan sumber air juga tidak boleh diberdayakan donk?

Lanjut lagi mengenai kepercayaan dan kesucian, Bagi warga Hindu Bali, ada konsep yang dinamakan Tri Hita Karana yaitu keseimbangan antara Tuhan, Manusia, dan bumi (lingkungan). Dan saat ini Bali sudah tidak seimbang, paling tidak diantara manusia dan bumi (lingkungan). buktinya begini, kebutuhan listrik perlu di"import" dari pembangkit di Jawa. Kemudian jika jadi membangun pembangkit bertenaga batubara, maka keseimbangan ini akan bertambah timpang. Mungkin kebutuhan listrik akan memadai, tapi polusi udara yang dihasilkan akan sangat mengganggu lingkungan dan bukan hanya disekitar lokasi pembangkit tapi se-Pulau Bali, bahkan secara global akan terpengaruh. Belum lagi jika menghitung kerusakan lingkungan yang diperlukan untuk menambang batubara, dan transportasinya ke lokasi pembangkit.

Layaknya jika orang akan mengambil keputusan, seharusnya ia akan menimbang untung-rugi dari masing-masing pilihan yang tersedia. Bagi saya, sependek pengetahuan saya mengenai hal ini, saya akan jauh memilih geothermal daripada batubara. Alasannya simple: geothermal perlu merusak sedikit hutan lindung, tapi kemudian akan mendapatkan "energi bersih" selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan. Sedangkan batubara meskipun lahan pembangkit bisa di pesisir gersang, tapi selama pembangkit tersebut berproduksi, dia juga akan menghasilkan polusi yang sangat buruk bagi lingkungan. Belum lagi jika dihitung keekonomiannya dimana pembangkit batubara akan selalu memerlukan suply bahan bakar yang akan mengeluarkan uang keluar negeri (katanya direncanakan untuk membeli dari australia).

Wah, jadinya panjang juga nih.. hehe.. sori yah..
Tulisan ini saya co-pas ke blog saja deh...
oh iya, mohon ijin untuk memasang link blog anda di tulisan saya yaaa..

Cheers,
Wayan Heru




------------------------------------------------------------
ini tulisan copy-paste dari link diatas:
================================================================

PLTP BEDUGUL

ini ada info dari Bung Desti Ganius ( trims Brur)
INFO nehh!!! alasan penolakn keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP Geothermal) di Bedugul, Bali.
1. Proyek berada di kawasan Cagar Alam (CA) Watukaru sehingga mengancam keberadaan hutan lindung yang sudah sangat minim di Pulau Bali.
2. Segi Potensi Dampak Lingkungan dan sosio-kultural AMDAL yang dilakukan menunjukkan ada empat dampak lingkungan dan kultural yang tidak dapat dikelola yaitu: Amblesan tanah (subsidence), Penurunan potensi air danau, air tanah dan mata air akibat penggundulan hutan, diperkirakan bisa mencapai tiga meter per tahun, Erosi keanekaragaman hayati, terutama cemara pandak yang merupakan spesies endemik di wilayah ini.
3. Segi Tinjauan Hukum
a. Bahwa PLTP Bedugul tidak memenuhi prosedur perijinan, adapun ijin yang telah dimiliki adalah Ijin Direktur Jendral Inventaririsasi dan Tata Guna Hutan no 892/A/VII-4/1996 tanggal 30 September 1996 tentang Ijin ekplorasi seluas 42,52 hektar di wilayah Kab. Tabanan dan Buleleng.
b. Menurut Undang-undang RI Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi pada Bab VIII tentang Perizinan PAsal 21 menyebutkan ijin usaha pertambangan panas bumi dikeluarkan oleh Mentri dan persetujuan Gubernur apabila usaha tersebut lintas Kabupaten.
c. Mengacu kepada berbagai ijin di atas, maka jelaslah bahwa ijin yang dimiliki hanyalah untuk eksplorasi. Mengacu pada istilah aslinya, eskplorasi merupakan suatu bentuk pengujian terhadap suatu kawasan untuk keperluan diagnosis dan atau untuk keperluan ilmiah. Kegiatan eksplorasi adalah berupa pengambilan contoh/sample tanpa merusak habitat dan ekosistem yang ada. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ijin eksplorasi telah disalahgunakan dengan dibukanya jalan lebar ke dalam kawasan hutan, pembabatan hutan untuk uji coba dan pengeboran sumur pembangkit.
4. Segi Agama Hindu : a. Kawasan Bedugul dan sekitarnya, yaitu mulai Desa Wanagiri disebelah utara sampai di Desa Baturiti disebela selatan, kemudian dari Desa Wongaya Gede (Batukaru) disebelah barat samapi Desa Plaga disebelah timur, sejak zaman dahulu diyakini sebagai kawasan suci dan sakral, terlihat dari prasasti-prasasti kuno antara lain Markandeya Tattwa, Dalem Tamblingan, dan Babad Panji Sakti. Oleh karena itu di kawasan ini berdiri Pura-pura yang sangat disakralkan oleh penduduk Bali. b. Gunung, dalam keyakinan Agama hindu dan khususnya dalam tradisi beragama Hindu di Bali adalah stana Hyang widhi dalam manifestasi sebagai Dewa Wisnu, yang memberikan kemakmuran umat manusia. Gunung juga dipandang sebagai “Hulu” dalam konteks “Hulu Teben” yaitu pengaturan wilayah strategis mistis. Oleh karena itu gunung harus dijaga kesucian dan kelestariannya, termasuk hutan, danau dan habitat yang ada didalamnya, sehingga keberadaan PLTP Geothermal menurut Bhisama PHDI Tahun 1994 tentang Kawasan Suci, Kawasan yang Disucikan dan tempat-tempat suci sangat jelas sekali sudah melanggar.
Berdasarkan alasan di atas, masyarakat bali merekomendasikan agar Proyek PLTP Bedugul dibatalkan: * Dengan mencabut semua perijinan berkaitan dengan proyek PLTP, termasuk Keppres NO. 15/2002 perihal Pencabutan Keppres No. 39/1997. * Melakukan rehabilitasi dan mengembalikan fungsi hutan di CA Batukaru, termasuk membayar kompensasi atas kerugian ekonomi dan lingkungan yang sudah terjadi, bila ada. * Melakukan audit energi disertai Rencana induk energi dengan mempertimbangkan segala alternatif yang ada. * Menghentikan intimidasi bahwa Bali tidak akan dapat energi dan mengehentikan upaya nyata untuk menurunkan pasok listrik. Ini adalah soal keadilan dari pemerintah pusat. Bali menyumbangkan pendapatan yang tinggi pada pusat, di antaranya Rp.450 miliar dari Bandara Ngurah Rai, Rp.6 miliar dari parkir, belum lagi dari Visa on Arrival, dengan tidak mengurangi pasokan listrik bagi Bali. Perlu dicatat bahwa kondisi Bali yang baik mendorong pariwisata di seluruh Indonesia yang artinya menyumbangkan pada devisa negara. * Menerapkan prinsip kehati-hatian dalam setiap pembangunan di Bali mengingat situasi ekologis dan keunikan kultur di pulau ini. Prinsip kehati-hatian adalah: ketiadaan bukti ilmiah tidak boleh digunakan menunda mengambil langkah pencegahan kerusakan lingkungan apabila ada tanda-tanda bahwa suatu proyek mempunyai potensi dampak lingkungan. Perlu diperhatikan bahwa masyarakat bali sepakat bahwa pembangkit tenaga listrik geothermal mungkin saja lebih ramah lingkungan, namun tidak untuk ditempatkan di kawasan CA Watukaru yang dianggap sakral oleh orang Bali dan merupakan paru-paru pelindung air di pulau Dewata ini.

No comments:

Post a Comment