Sunday, November 20, 2011

Artikel lainnya, yang cukup sinis akan pembangkit geothermal untuk Bali, bahkan mengesankan adanya konspirasi besar dan seolah-olah ada upaya licik untuk meng-gol-kan geothemal di Bali.

http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2010/10/11/misteri-geothermal-bedugul-jilid-2.html/comment-page-1#comment-12901

<1 paragraph removed due to reader's request.>

<added:>
Pendapat saya masih sama seperti sebelumnya untuk para penolak pembangkit geothermal, cobalah memperlebar pandangan, jangan hanya melihat geothermal akan membuka (sedikit) lahan hutan lindung (hanya untuk akses jalan dan sedikit lagi untuk instalasi) dan kemudian menolaknya mentah-mentah.
Bali jelas-jelas membutuhkan lebih banyak energi listrik, apalagi dengan laju perkembangan yang seperti tidak kenal rem ini.

Atau ada solusi lainnya ?
Menurut saya, untuk di Bali dan untuk saat ini, tidak ada pilihan yang lebih baik. Dinilai dari segi "environmental cost", geothermal ini adalah pilihan yang paling "murah" karena paling sedikit merusak alam.
Pilihan pembangkit-pembangkit lainnya antara tidak memungkinkantidak memadai, atau memiliki konsekuensi lingkungan yang (JAUH) lebih parah dibandingkan pembukan sedikit lahan hutan untuk geothermal:

  • PLTU atau genset berbahanbakar disel/batubara - polusi udara, tanah, air, dan pemanasan global (belum lagi resiko kerusakan lingkungan yg terusmenerus di lokasi penambangan/pengeborannya selama bahanbakar tersebut dibutuhkan).
  • Pembangkit berbahan bakar gas bumi: jauh lebih "ramah lingkungan" dibandingkan sepupunya si diesel dan batubara, namun tetap saja: teknologi pembakaran = polusi udara = menambah global warming. Ditambah lagi pasokan gasbumi di Indonesia yang terbatas (terikat kontrak jual keluar negeri, jadi akan susah mengalihkan untuk ke dalam negeri, apalagi kalau mau kasi ide bikin pembangkit tenaga gasbumi)
  • nuklir - tidak cocok, indonesia rawan gempa
  • PLTA, di Bali tidak ada potensi yang cukup besar.
  • tenaga surya - investasi masih sangat mahal, apalagi untuk mencapai ukuran ratusan MW (yg dibutuhkan di Bali)
  • tenaga angin - di Bali dan sekitranya tidak terdapar lokasi yang memiliki angin yang stabil (lihat kasus di Nusa Penida: pembangkit hybrid angin, surya, dan diesel - akhirnya hanya genset diesel yang selalu hidup)
  • arus/ombak - belum terbukti dalam skala besar, masih perlu investasi dan penelitian lagi
  • mikrohydro - skala terlalu kecil
  • dst
Okelah, geothermal perlu membuka sedikit lahan hutan lindung, tapi bayangkan energi yang ramah lingkungan yang dapat dihasilkan selama puluhan hingga ratusan tahun kemudian?? gas lepasan dari pembangkit geothermal: hampir seluruhnya uap air! terkadang ada dalam jumlah jejak (traces) H2S (bau belerang) dan beberapa polutan lain, tapi semuanya jauh dibawah ambang batas kesehatan dan lingkungan! Sebagai pecinta alam dan pemerhati lingkungan yang mengerti, saya pasti akan pilih yang ini!

    Geothermal di Indonesia memiliki kesulitan yang sama seperti geothermal dimanapun di dunia: lokasinya yang cenderung selalu di pegunungan yang hampir selalu (dan HARUS) dilindungi. Pro dengan geothermal bukan berarti setuju hutan dirusak semena-mena. Tapi geothermal harus dijalankan dengan tetap memperhatikan lingkungan, pembukaan lahan harus benar-benar hanya jika diperlukan. Jika sudah tidak digunakan, lahan wajib direboisasi, dst.. dst..

    Namun khusus di Indonesia, kesulitannya bertambah-tambah akibat beberapa hal: PLN menjual listrik dengan harga subsidi, artinya PLN juga tidak dapat membeli listrik dari pihak ketiga (dalam hal ini investor geothermal) dengan harga normal, dan dibawah harga pasaran dunia. Jadi mau-tidak-mau investor yang hendak mengembangkan geothermal di Indonesia juga harus hitung-hitung dengan baik, karena tidak jarang ROInya sampai puluhan tahun.
    Kamudian ditambah lagi efek kurangnya pengetahuan mengenai geothermal plus dicampur efek buruk dari kasus lingkungan lainnya terhadap image geothermal ini, seperti contohnya kasus Lapindo di Sidoarjo yang membuat beberapa desa menjadi kubangan lumpur. Begitu orang-orang mengetahui ada rencana pengeboran geothermal, mereka langsung protes "kami tidak mau terendam lumpur!!"
    Padahal tipe batuan yang dibor sangat berbeda antara pengeboran minyak bumi (seperti Lapindo di Sidoarjo = batuan sedimenter) dengan batuan di lokasi geothermal (batuan beku yang tidak ada resiko lumpur seperti LuSi).

    Oleh karena itu saya memutuskan untuk membuat blog ini, mudah-mudahan bisa membantu membuka wawasan masyarakat luas, dan pemerhati, LSM, pengambil keputusan dan sebagainya agar dapat mengambil keputusan dengan berwawasan kesinambungan.

    Salam lingkungan,
    Wayan H. Y.

    * list pembangkit diatas tentu masih jauh dari lengkap, namun dua yang paling atas sudah mewakili pembangkit yang tidak berkesinambungan (non renewable - non sustainable), nuklir mewakili pembangkit yang non renewable but sustainable, dan sisanya mewakili kelompok "renewables".

    4 comments:

    1. Bos, saya yang menulis artikel tersebut. Jika anda bisa membuktikan bahwa saya mendapatkan sesuatu jika geothermal tidak jadi di Bali baru anda boleh menulis komentar diatas? jika tidak, sebagai seorang advokat, saya bisa ajukan anda melakukan pencemaran nama baik.

      Tolong anda klarifikasi komentar anda diatas.

      Salam.

      Agung Wardana, SH, LLM

      ReplyDelete
    2. Pak Agung,

      Maaf Pak, saya benar-benar awam mengenai hukum, bagi saya kata-kata "jangan-jangan" dan "Hehehe.. just kidding :)" itu sudah menyatakan bahwa kalimat itu tidak serius.
      Tapi kalau Pak Agung keberatan, saya akan dengan senang hati mengedit paragraf terakhir tersebut.
      Apalagi kalau bisa mendapatkan teman diskusi dan beradu pendapat mengenai geothermal ini..
      Oh iya, kalau tidak keberatan, mohon diemailkan AMDALnya ke wawana@appraiser.net nanti sekalian dilanjutkan japri saja mungkin?

      Terus terang, saya terbawa agak sinis menanggapi tulisan anda kerena agak lelah membaca tulisan wartawan yang selalu berkesan memojokan geothermal tanpa memberikan solusi.. Padahal kalau menilai secara global, geothermal adalah jawaban paling baik untuk daerah-daerah yang memiliki potensinya..

      Saya barusan baca-baca tulisan-tulisan anda yang lainya, dan profil anda. Saya mengerti bahwa anda adalah aktivis lingkungan, dan saya sangat salut akan dedikasi anda bahkan sampai mengejar pendidikan demi tujuan anda, karena saya juga pecinta lingkungan (namun belum kesampaian jadi aktivis).
      Saya pro-geothermal justru karena saya juga pecinta lingkungan dan kebetulan mengerti mengenai geothermal (saya kuliah geologi), dan mengenai kebutuhan energi (dan kebutuhan akan energi alternatif) karena sempat berkecimpung disitu juga.
      Dan mungkin saya juga perlu mention bahwa saya tidak terkait ataupun mendapatkan apapun dari geohtermal di Bali atau dimanapun didunia..
      Motivasi saya murni personal dan bukan mengejar profit materiil, tetapi untuk cita-cita kehidupan dan lingkungan yang lebih baik untuk anak-cucu saya..

      Salam lingkungan,
      Wayan.

      Oh iya, saya sempat juga reply comment anda di Balebengong.net, tapi masih menunggu moderasi..
      saya copy-paste juga disni supaya tidak perlu menunggu moderasi tsb:

      ========================================
      Dear Pak Agung Wardana,

      Terima kasih atas commentnya, saya senang bisa berduskusi mengenai hal ini.
      Dan kalau tidak merepotkan, mohon kirimkan AMDALnya ke wawana@appraiser.net
      Nanti kita bisa lanjutkan diskusinya via japri dengan bahan dasar yang sama..

      Sejauh ini rangkuman penolakan akan geothermal di Bali yang saya dapatkan paling menyeluruh adalah dari tulisan orang disini:
      http://geothermalstudentstudy.wordpress.com/sejarah-panasbumi-di-indonesia/pltp-bedugul/

      Dulu saya kurang paham mengapa dikatakan geothermal akan menyusutkan danau-danau di bedugul, belakangan ini saya mengertinya adalah karena berkurangnya daerah resapan air akibat pembukaan lahan untuk proyeknya.. jadi bukan karena geothermalnya sendiri.. dan media-media selalu mengambil kesimpulan terlalu cepat..

      Susahnya geothermal (dimanapun, bukan hanya di Bali) adalah hampir selalu memiliki sumber panas di pegunungan, yang hampir selalu juga merupakan daerah yang dilindungi, dan memang HARUS dilindungi.

      Oh iya, satu lagi yang nanti kita bisa diskusikan adalah mengenai LSM yang serba "say no!"... Ada ide geothermal: "NO!", ada ide batubara "NO!", tapi tidak memberikan solusi.. Sedangkan pemerintah kita sendiri juga cenderung akan mengambil langkah yang lebih mudah.. kalau batubara nantinya hanya di say "NO" oleh LSM, tapi dari AMDALnya bisa lolos (karena lokasi dipesisir gersang misalnya),

      Wayan H. Y.
      Pecinta Lingkungan, alternative energy lover, geologist independen (non profesional).

      ReplyDelete
    3. Saya telah kirimkan kajian dari Koalisi Masyarakat Sipil Bali yang disusun oleh Prof. Wijaya ke email anda. Jika anda menginginkan AMDAL silahkan datang langsung ke WALHI Bali untuk memfoto-copy-nya karena sangat tebal.

      Solusi sering kali juga diungkapkan oleh Koalisi mungkin anda saja yang tidak pernah membaca ketika tawaran solusi tersebut disampaikan ke media media karena media lebih tertarik dengan berita yang kontroversial dan sensasional.

      Saya, sebagai orang yang memiliki kompetensi intelektual dibidang politik lingkungan hidup dan hukum lingkungan, jelas ranah saya berbicara adalah pada kritik ketenagaan-listrikan di Bali yang berkaitan erat dengan politik ekonomi pariwisata massal yang berdampak pada lingkungan hidup.

      Jadi kasus Geothermal Bedugul tidak sesederhana yang anda bayangkan, yakni melulu urusan teknologi. Tetapi kasus ini juga memiliki ranah politik lingkungan hidup dan yang terpenting adalah ekonomi politik dominan di tingkat internasioanl dan lokal (yakni penetrasi korporasi/TNC yang bergerak di bidang energi seperti Chevron, Shell, dll untuk menguasai sumber energi di negara berkembang untuk mengeruk keuntungan - bagian dari pelaksanaan Washington Consensus di bidang energi).

      ReplyDelete
    4. Sip!
      Thanks ya..
      Saya baca-baca dulu kajiannya, nanti kita diskusi lagi..
      Mengenai AMDALnya, itu disusun oleh siapa ya?

      ReplyDelete